Kisah La Moelu, Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Desember 17, 2022 Pada zaman dahulu, hiduplah seorang anak tangguh bernama La Moelu di daerah Sulawesi Tenggara.
Makassar - Cerita rakyat Sulawesi Selatan Sulsel cukup banyak dan menarik untuk disimak. Cerita rakyat dari Sulawesi Selatan juga menjadi ciri khas khusus dalam budaya dan Sulawesi Selatan cerita rakyat diciptakan bertujuan dalam berbagai hal. Beberapa di antaranya bertujuan untuk penanaman nilai moral dan budaya, serta pembentukan karakter bagi generasi pewaris."Cerita Rakyat dibuat atau diciptakan bertujuan dalam berbagai hal, antara lain untuk merekam kisah atau hikayat atau peristiwa penting di masyarakat yang pernah terjadi, penanaman nilai-nilai moral dan budaya, pembentukan karakter bagi generasi pewaris, hingga pengetahuan budi pekerti kepada masyarakat," kata Budayawan Universitas Hasanuddin, Dr Firman Saleh kepada detikSulsel, Sabtu 16/4/2022. Firman mengungkapkan tokoh atau karakter dalam sebuah cerita rakyat diciptakan bukan tanpa alasan. Melainkan dengan tujuan sebagai contoh dalam penanaman nilai-nilai dalam cerita."Tokoh sebagai sumber yang disorot menjadi gambaran atas tujuan cerita rakyat dibuat guna menjadi idola sekaligus contoh dalam penanaman nilai-nilai, karakter serta budi pekerti yang digambarkan dalam cerita," 8 cerita rakyat Sulawesi Selatan beserta pesan moral yang terkandung di dalamnya yang dirangkum detikSulsel1. I Laurang Manusia UdangLegenda I Laurang Manusia Udang merupakan salah satu cerita rakyat Sulawesi Selatan yang cukup populer. Melansir cerita ini mengisahkan I Laurang, yang konon lahir dengan kondisi seperti udang. Hal itu berawal dari ibunya sangat ingin punya anak, meskipun anaknya mirip kecilnya, ibunya suka sekali menceritakan tentang raja yang memiliki tujuh orang puteri kepada I Laurang. Hal ini membuat I Laurang berkeinginan untuk menikah dengan salah seorang putri raja tersebut. Ia pun meminta orang tuanya untuk melamar salah seorang putri raja itu orang tuanya dengan rasa malu dan resah mencoba melamar putri raja sesuai keinginan dari I Laurang. Namun, dari enam dari ketujuh putri raja menolak lamaran dari I Laurang karena bentuk fisiknya. Hanya si bungsu yang bersedia untuk dipersunting oleh I Laurang pun sangat bahagia mendapat kabar itu. Ia pun keluar dari cangkang kulit udang yang selama ini membungkus dirinya. Ternyata, I Laurang memiliki paras yang sangat tampan dan gagah. Dia pun menikah dengan putri ke tujuh dari raja. Keenam putri yang menolaknya pun menyesal dan merasa iri kepada si I Laurang diutus untuk pergi berdagang, ia harus meninggalkan istrinya. Namun, I Laurang mengetahui niat jahat para saudara istrinya. Dia pun mewanti-wanti istrinya dan memberikan sebuah telur dan pinang untuk selalu dibawa. Saat para saudaranya melakukan aksi jahatnya dengan membuatnya terlempar ke laut, si bungsu tetap bisa selamat karena kedua benda yang diberikan I cerita I Laurang dan si Bungsu bertemu di lautan. Mereka pulang ke istana dengan selamat. Saat Raja mengetahui kejahatan keenam putrinya, Ia pun mengangkat si bungsu sebagai penggantinya. Sementara keenam putri lainnya menjadi pelayan pesan moral yang terkandung dari cerita rakyat Sulawesi Selatan, I Laurang Manusia Udang. Salah satunya adalah tidak menghakimi orang lain berdasarkan penampilan La Dana dan KerbaunyaLa Dana dan Kerbaunya merupakan cerita rakyat Sulawesi Selatan yang berasal dari Tana Toraja. Melansir cerita ini mengisahkan tentang seorang anak petani dari Toraja yang terkenal akan kecerdikannya bernama La kala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya orang. Sehingga kecerdikan itu kemudian menjadi suatu hari La Dana bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta kematian. Sudah menjadi kebiasaan di Tana Toraja bahwa setiap tamu akan mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari kerbau. Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian kerbau itu kecuali bagian kaki La Dana mengusulkan pada temannya untuk menggabungkan daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan seekor kerbau hidup. Alasannya, mereka dapat memelihara hewan itu sampai gemuk sebelum disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut diterima oleh tuan cerita, kerbau hidup itu dipelihara oleh teman La Dana. La Dana pun mengakali temannya dengan mengganggu nya setiap saat bertanya kapan kerbau itu akan disembelih. Temannya pun kesal dan menyuruh La dana mengambil kerbau tersebut. Alhasil, La Dana mendapatkan kerbau hidup nan gemuk dari temannya moral yang dapat dipetik dari cerita rakyat Sulawesi Selatan, La Dana dan Kerbaunya adalah tujuan akan tercapai dengan menggunakan akal dan pikiran, tapi jangan sampai merugikan orang Cerita Rakyat Sulawesi Selatan La Upe dan Ibu TiriLa Upe dan Ibu Tiri adalah cerita rakyat Sulawesi Selatan yang mengisahkan kehidupan anak yang disiksa oleh ibu sambungnya. Melansir cerita ini mengisahkan seorang anak bernama La Upe yang telah ditinggal wafat oleh ibunya. Ayahnya menikahi seorang wanita lain bernama I Ruga yang setiap harinya hanya memarahi dan memukul La tak lama akan berakhir setelah menyelamatkan satu ikan ajaib yang memberinya mantera. Mantera itu bisa diucapkan oleh La Upe untuk mengharapkan sesuatu yang dia itu terbukti ketika La Upe pulang tanpa membawa ikan satu pun. Ketika I Ruga memarahinya lagi La Upe mencoba mantera yang diajarkan ikan dan menyebutkan kalau dia ingin ibunya menjadi lengket seperti perekat. Benar saja, saat I Ruga membuka pintu, tangan dan tubuh I Ruga menempel dengan ayah La Upe pulang, Ia kaget mendapati istrinya menempel di pintu. Setelah mendengar cerita kejadiannya, ayah La Upe pun menasehati istrinya dan meminta La Upe memaafkan ibu tirinya. Mereka pun akhirnya hidup pesan moral yang terkandung pada cerita rakyat Sulawesi Selatan, La Upe dan Ibu Tiri. Salah satunya, menyusahkan orang tak ada gunanya. Jauh lebih baik bila memberi kemudahan pada sesama. Dengan demikian hidup akan dimudahkan oleh Nenek PakandeCerita rakyat Sulawesi Selatan Nenek Pakande adalah legenda yang dipercayai oleh masyarakat Soppeng. Melansir diceritakan dahulu pernah ada suatu desa yang tenteram, namun datang seorang nenek yang sebenarnya adalah seorang siluman pemakan bayi dan anak-anak warga desa tersebut hilang tak tahu kemana. Para warga curiga jika itu adalah ulah dari Nenek Pakande. Para warga juga lantas membuat rencana untuk mengusir Nenek Pakande yang dipimpin oleh pemuda yang bernama La Beddu. Para warga menakut-nakuti nenek Pakande dengan kedatangan raksasa disusun dengan matang, penjebakan Nenek Pakande itu ternyata berhasil. Nenek Pakande pun lari meninggalkan kampong. Tapi dia meninggalkan pesan akan mengawasi anak-anak kecil dari kejauhan. Legenda inilah yang melatarbelakangi kenapa anak kecil dilarang keluar pada waktu maghrib atau malam rakyat Sulawesi Selatan Nenek Pakande ini memiliki banyak pesan moral yang dapat dipetik. Diantaranya yakinlah bahwa kebaikan akan menang. Serta setiap tindakan kejahatan akan terungkap dan mendapatkan Putri TandampalikCerita rakyat Sulawesi Selatan Putri Tandampalik berasal dari tanah Luwu. Melansir dari cerita ini mengisahkan Putri Tandampalik yang merupakan putri dari Datu sebuah lamaran dari Raja Bone yang meminta Putri Tandampalik. Menurut adat, orang Luwu tidak boleh menerima pinangan dari orang lain di luar sukunya. Akan tetapi, untuk menghindari peperangan, Datu Luwu menerima pinangan tersebut dan melanggar adat tersebut. Hal ini untuk menghindari peperangan yang menyengsarakan lamaran itu justru membuat Putri mengalami penyakit kulit yang berbau. Karena penyakitnya ini, Putri Tandampalik pun diasingkan karena penyakitnya bersama pengikut setianya. Datu Luwu terpaksa mengasingkan putri karena tidak ingin penyakit tersebut menular ke warga. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebilah keris kepada putri kesayangannya Tandampalik dan pengawalnya menetap di sebuah pulau yang subur dan berhawa sejuk yang diberi nama Wajo. Mereka berusaha dan bekerja membangun kehidupan di pemukiman baru hari, Putri Tandampalik melihat seekor kerbau berwarna putih. Ketika ingin mengusirnya diusir, ternyata Kerbau itu jinak. Kemudian Putri membiarkan kerbau tersebut menjilati permukaan tubuhnya yang ternyata membuat penyakit kulitnya pulih. Kulitnya menjadi bersih dan halus suatu hari, putra mahkota Kerajaan Bone pergi berburu bersama Anre Paguru Pakkannyareng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Ia kemudian terpisah dari rombongan. Saat berusaha mencari rombongannya, putra mahkota mendapati seorang puteri yang cantik jelita. Tak lain adalah Putri Tandampalik. Ia pun jatuh cinta dan meminang sang putri dengan mengirim pinangan itu tidak segera dijawab. Putri Tandampalik hanya menyerahkan keris pusaka pemberian Datu Luwu dan berpesan agar keris itu dibawa ke Kerajaan Luwu. Jika keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu maka ia akan menerima pinangan putra Luwu akhirnya menerima pinangan tersebut. Pesta pernikahan Putri Tandampalik dengan Putra Mahkota Kerajaan Bone akhirnya digelar di rakyat Sulawesi Selatan Putri Tandampalik kaya akan pesan moral. Salah satu pesan moral yang tersirat adalah ikhlas menerima cobaan dan ujian dari Tuhan, karena cobaan tersebut tidak akan melebihi kesanggupan Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Sawerigading dan We TenriabengKisah Sawerigading dan We Tenriabeng merupakan cerita rakyat Sulawesi Selatan yang cukup popular hingga nasional. Melansir cerita ini mengisahkan tentang Sawerigading yang jatuh cinta dengan saudaranya sendiri We pada zaman dahulu kala, di daerah Luwu, hiduplah seorang Batara Lattu' yang mempunyai dua istri. Salah satu istrinya manusia biasa, dan istri lainnya berasal dari bangsa pernikahannya tersebut, Batara Lattu' dianugerahi sepasang anak kembar emas. Anak laki-lakinya diberi nama Sawerigading dan yang perempuan diberi nama We Tenriabeng. Konon, menurut ramalan, mereka berdua akan jatuh cinta. Sehingga, untuk mencegah hal itu maka dua saudara itu dibesarkan secara dewasa, hal yang ditakutkan itu justru benar-benar terjadi. Sawerigading tiba-tiba bertemu dengan We Tenriabeng dan mereka jatuh cinta. Sawerigading pun ingin menikahi adik kembarnya kedua orang tuanya tidak menyetujui hal itu. We Tenriabeng akhirnya menawarkan solusi kepada kakaknya, yaitu menikahi sepupunya, We Cudai, yang memiliki paras dan perawakan mirip dengan dirinya. Saran itu juga disetujui oleh orang tua bekal, Tenriabeng memberi Sawerigading selembar rambutnya, serta gelang dan cincin emas yang biasa dipakainya. Ketiga benda itu diberikan untuk dicocokkan kepada We Cudai sebagai bukti kemiripannya dengan We akhirnya menerima tawaran untuk mencari We Cudai di China, tepatnya di sebuah wilayah yang sekarang adalah Tanete Riattang, Kabupaten Bone, Sulsel. Sesampainya di China cinta Sawerigading bersambut. Sawerigading terpikat melihat Cudai yang memang mirip Tenriabeng. We Cudai pun jatuh hati melihat lelaki gagah yang masih sepupunya itu. Pernikahan pun terjadi dan dari pernikahan tersebut lahir La beberapa pesan moral yang bisa diperoleh dari cerita rakyat Sulawesi Selatan Sawerigading dan We Tenriabeng. Pertama, perlunya menjaga silaturahmi dengan saudara sendiri agar terhindar dari salah paham. Kedua, jangan pernah menyerah dan putus Legenda Si Penakluk RajawaliSi Penakluk Rajawali adalah salah satu cerita rakyat Sulawesi Selatan yang cukup dikenal di Indonesia. Melansir dari cerita ini mengisahkan tentang menceritakan kisah tentang seorang penakluk rajawali, seorang putri raja dan juga seekor diawali dari keresahan seorang raja yang harus mengorbankan satu putri kesayangannya kepada rajawali raksasa. Karena itu, ia pun mengadakan sayembara barang siapa yang bisa menaklukkan rajawali tersebut akan dinikahkan dengan putrinya yang lewatlah seorang pemuda yang melihat sang putri seperti pasrah menanti kematian. Pemuda tersebut memutuskan untuk menemani sang Putri dan akhirnya menaklukkan rajawali para warga yang bersembunyi di sekitar tempat itu baru muncul dan segera mencincang dan memotong-motong tubuh rajawali itu. Mereka ingin dikatakan sebagai pahlawan yang berhasil mengalahkan rajawali itu untuk mendapatkan hadiah yang pemuda sakti itu tidak meminta hadiah yang dijanjikan melainkan pamit meninggalkan sang Putri dan melanjutkan perjalanannya. Sebagai ucapan terima kasih, sang Putri memberikan selendangnya kepada pemuda harinya, digelar pesta besar-besaran. Tidak ketinggalan pula berbagai seni pertunjukan dipertontonkan. Bahkan dalam pesta itu, raja juga mengadakan lomba sepak raga bola kaki. Ternyata pemuda penakluk rajawali turut serta dalam perlombaan itu. Lengan pemuda itu dibalut dengan selendang yang diberikan oleh Raja sangat kagum kepada pemuda itu. Karena selain sakti pemuda itu juga mahir bermain sepak raga. Akhirnya, sang Raja pun menikahkan pemuda itu dengan putrinya yang selamat dari santapan moral dari cerita rakyat Sulawesi Selatan, Si Penakluk Rajawali adalah harus tulus dalam tolong menolong. Serta tidak mengharapkan imbalan dari hal yang tidak Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Kisah La Tongko-TongkoKisah La Tongko-Tongko berasal dari cerita rakyat Sulawesi Selatan. Melansir buku Cerita Rakyat Daerah Wajo di Sulawesi Selatan, di kisahkan hidup seseorang anak yang sangat bodoh bernama La hari, La Tongko-Tongko mengatakan kepada ibunya bahwa dia ingin menikah. Ibunya mengatakan untuk mencari gadis yang ingin menikah Tongko-tongko pun pergi berjalan-jalan untuk mencari perempuan. Tidak lama kemudian La Tongko-tongko bertemu gadis pembawa kentang dan mengatakan kepada gadis tersebut bahwa Ia ingin menikahinya. Gadis tersebut pun melemparnya dengan kentang. Hal itu pun terulang saat La Tong-tongko ia menemui pembawa putus asa, La Tongko-tongko kemudian masuk ke sebuah sebuah tempat sepi penuh dengan semak-semak dan menemukan gadis. Dia kembali mengutarakan keinginannya untuk menikahi gadis itu. Tetapi tidak mendapat merespon karena ternyata gadis tersebut telah meninggal. Karena tidak merespon saat diajak menikah, La Tongko-tongko menganggap gadis itu setuju dan membawanya pulang. Ibunya pun kaget melihat mayat di La Tongko-tongko bertanya kepada ibunya, bagaimana Ia mengetahui bahwa itu mayat. Sang ibu mengatakan hal itu diketahui dari bau mayat dari gadis harinya, La Tongko-tongo tiba-tiba mencium bau busuk saat makan malam bersama ibunya. Ia pun mengatakan bahwa ibunya sudah mati dan ingin menguburnya. Padahal sang ibu hanya kentut. Ibunya pun lari keluar menjauhi La tak lama La Tongko-tongko pun kentut. Setelah mencium bau busuk dari tubuhnya, Ia pun mengubur untuk tubuhnya sementara kepalanya tetap di atas moral yang paling ditekankan pada cerita rakyat Sulawesi Selatan ini adalah berpikirlah sebelum bertindak dan tidak menelan mentah-mentah informasi yang diterima. Simak Video "Siswa SMP di Makassar Tewas, Diduga Terjatuh dari Gedung Sekolah" [GambasVideo 20detik] asm/sar
CeritaRakyat - Sulawesi Tenggara di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan.
Cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara cocok untuk dijadikan sebagai pengantar tidur anak-anak. Namun, apakah kamu familier dengan ceritanya? Kalau belum, kamu bisa langsung menyimat informasi lengkapnya dalam artikel ini. Yuk, langsung cek saja!Indonesia kaya akan dongeng untuk anak-anak yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara. Meskipun belum banyak orang yang tahu, tapi legenda anak laki-laki dari Pulau Sulawesi itu sebenarnya mengandung pesan moral yang bagus untuk artikel ini, terdapat uraian lengkap mengenai kisah La Sirimbone beserta unsur-unsur intrinsiknya. Selain itu ada juga pembahasan seputar fakta menarik yang barangkali bisa menjadi wawasan Penasaran ingin mengetahui secara lengkap cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara? Tanpa perlu menunggu lama, kamu bisa langsung menyimak ulasannya di bawah ini!Cerita Rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita bernama Wa Roe dengan anak laki-laki tunggalnya bernama La Sirimbone. Suami Wa Roe sendiri telah meninggal dunia ketika putranya masih kecil. Ibu dan anak ini tinggal di sebuah gubuk di pinggir desa. Wa Roe merupakan wanita mandiri yang berusaha sebaik mungkin untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama anak laki-lakinya. Meskipun tidak dibesarkan dengan peran dari seorang ayah, La Sirimbone tetap tumbuh menjadi anak laki-laki yang baik hati, suka menolong, dan patuh kepada orangtua. Pada suatu hari, desa di mana Wa Roe dan La Sirimbone tinggal kedatangan pedagang kain laki-laki bernama La Petamba. Laki-laki itu berjualan dari satu rumah ke rumah lainnya. Saat tiba di rumah gubuk Wa Roe, ia sangat terkejut karena mendapati perempuan yang cantik jelita. “Aku tidak menyangka bisa berjumpa dengan wanita cantik jelita di rumah gubuk ini,” gumam La Petamba dalam hati. Laki-laki itu pun dengan gugup menawarkan kain-kain dagangannya kepada janda beranak satu tersebut. “Silakan dibeli kain-kain dagangan saya. Kain-kain ini kualitasnya bagus dengan harga yang tidak terlalu mahal,” jelas La Petamba. “Maaf, saya tidak bisa membeli kain-kain Tuan. Saya tidak memiliki uang,” jawab Wa Roe. La Petamba yang mendengar penjelasan Wa Roe kemudian mohon diri untuk berjualan ke rumah-rumah penduduk lainnya. Selama mengunjungi dari satu rumah ke rumah lainnya, pedagang kain itu tidak bisa berhenti membayangkan kecantikan wajah Wa Roe. Ketika hari mulai gelap, La Petamba segera mengemasi dagangan kainnya dan kembali pulang ke rumahnya di negeri seberang. Di rumahnya, ia masih tetap memikirkan tentang Wa Roe. Laki-laki itu pun membulatkan tekad untuk mempersunting Wa Roe. Pernikahan La Petamba dan Wa Roe Keesokan harinya, La Petamba kemudian kembali ke desa tempat Wa Roe tinggal. Tidak untuk berjualan, laki-laki berniat menghadap ke para sesepuh desa agar bisa mendapat restu untuk menikahi Wa Roe. Selain itu, ia juga meminta pertolongan para sesepuh untuk menemaninya ke rumah Wa Roe. Wa Roe yang sedang sibuk membersihkan rumah terkejut dengan kedatangan rombongan para sesepuh desa dengan pedagang kain yang mengunjungi rumahnya kemarin. Ia lalu mengesampingkan urusannya untuk menerima para tamu tersebut. “Sebelumnya, kami minta maaf Wa Roe karena sudah bertamu dengan tiba-tiba tanpa memberitahumu dahulu. Kedatangan kami di sini adalah hendak menyampaikan niat La Petamba yang ingin menikahimu,” ujar salah satu sesepuh desa. Wa Roe yang mendengar penjelasan sesepuh desa menjadi terdiam sejenak. Ia sebenarnya tidak menyangka kalau La Petamba ingin menikahinya karena mereka baru bertemu satu kali dan belum mengenal satu sama lain. Sebenarnya, Wa Roe tidak terlalu mempermasalahkan soal pernikahan karena ia lebih memikirkan nasib putra semata wayangnya, La Sirimbone. Setelah terdiam cukup lama, wanita itu akhirnya mengambil keputusan untuk menjawab pinangan La Petamba. “Baiklah. Aku bersedia menjadi istri La Petamba, tapi dengan syarat ia mau menerima dan mencintai anakku, La Sirimbone, sebagaimana anak kandungnya sendiri,” jawab Wa Roe. Setelah mendengar jawaban Wa Roe, perwakilan dari sesepuh desa pun bertanya kepada La Petamba. Mereka ingin tahu apakah laki-laki itu bersedia menerima persyaratan dari Wa Roe. “Bagaimana, La Petamba? Apakah kamu bersedia memenuhi persyaratan dari Wa Roe?” tanya sang sesepuh. “Aku bukanlah laki-laki yang membenci anak. Aku menyanggupi persyaratan Wa Roe dan berjanji akan menyayangi La Sirimbone seperti anak kandungku sendiri,” ucap La Petamba dengan penuh keyakinan. Mendengar janji dari La Petamba, Wa Roe tersentuh hatinya. Wanita itu lalu menerima pinangan La Petamba dan merencanakan kapan pernikahan itu akan dilaksanakan. Acara pernikahan yang disaksikan oleh para sesepuh dan warga desa itu berjalan dengan lancar. Baca juga Kisah Rapunzel Si Putri Rambut Panjang Versi Grimm Bersaudara dan Ulasan Lengkapnya Awal Mala Petaka Hidup La Sirimbone Kehidupan rumah tangga La Petamba dan Wa Roe berjalan dengan lancar dan dipenuhi dengan kebahagiaan. Setelah seharian berkeliling ke kampung-kampung untuk menjual kain dagangannya, laki-laki itu seringkali membawa oleh-oleh untuk La Sirimbone. Sayangnya, perlakuan baik yang ditunjukkan oleh La Petamba kepada La Sirimbone ternyata hanya berlangsung selama satu bulan. Entah mengapa, tiba-tiba saja laki-laki itu berubah sikap dan membenci kehadiran anak tirinya. Dikisahkan dalam cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara bahwa La Petamba hampir setiap hari memarahi dan memukulnya padahal anak laki-laki itu tidak melakukan kesalahan apa pun. Bahkan, laki-laki itu sampai dengan teganya menyuruh Wa Roe untuk membuang La Sirimbone ke tengah hutan. “Bang, kenapa kamu tega sekali dengan anakku. Bukankah kamu sudah berjanji untuk menyayangi La Sirimbone seperti anak kandungmu sendiri?!” teriak Wa Roe tidak terima ketika melihat putranya dipukuli terus-terusan. “Persetan dengan janji yang aku ucapkan di masa lalu. Aku hanya menyanggupi permintaanmu supaya bisa menikahimu,” balas La Petamba dengan nada marah. Melihat sikap suaminya yang tidak bisa dikontrol, Wa Roe segera menyelamatkan La Sirimbone dan mempersiapkan perbekalan untuk anaknya. Sembari menitikkan air mata, wanita ini sudah bertekad akan mengungsikan putranya ke tengah hutan supaya bisa selamat dari amukan La Petamba. Keesokan harinya, Wa Roe dan La Sirimbone pergi ke hutan. Ibu dan anak itu menempuh perjalanan yang jauh karena melalui lembah dan gunung. Setelah tiba di hutan yang lebat dan sepi, Wa Roe pun menyampaikan pesan kepada putra tercintanya. “Maafkan ibu, Anakku. Ibu terpaksa meninggalkanmu di hutan ini supaya kamu tidak lagi menjadi sasaran kemarahan ayah tirimu,” ucap Wa Roe sembari memberikan perbekalannya kepada La Sirimbone. “Tapi, bu. Bagaimana dengan nasibku? Aku tidak mau berpisah dengan ibu,” balas La Sirimbone sambil menangis. “Kuatkan dirimu. Pergilah sendiri melewati lembah dan gunung! Jagalah dirimu baik-baik karena ibu akan selalu mendoakan keselamatanmu,” ujar Wa Roe sambil berpamitan kepada anaknya. Perjumpaan La Sirimbone dengan Raksasa Perempuan La Sirimbone hanya melihat kepergian ibunya dengan tatapan nanar. Ia pun kemudian segera mengusap air matanya dan kembali menyusuri hutan. Sembari membawa bekal pemberian ibunya, La Sirimbone mengamati jalanan hutan yang ia lewati. Setelah berjalan cukup lama, La Sirimbone menemukan tapak kaki manusia yang sangat besar. Anak laki-laki itu lalu mengikuti tapak kaki raksasa tersebut. Saat sudah berjalan cukup jauh, ia tiba-tiba dikejutkan oleh suara gemuruh. La Sirimbone yang memiliki rasa penasaran tinggi pun mendekati sumber suara gemuruh itu. Ketika sudah sampai, ia melihat seorang raksasa perempuan yang sedang sibuk menumbuk. Tubuh anak laki-laki itu tiba-tiba bergetar ketakutan dan tanpa sadar mendekap kaki sang raksasa. “Hei, anak manusia! Kamu siapa dan kenapa bisa berada di tengah hutan ini?” tanya raksasa perempuan itu. Dengan tubuh yang masih gemetar ketakutan, La Sirimbone pun menjelaskan kepada raksasa perempuan itu siapa dirinya dan bagaimana ia bisa sampai di tengah hutan. Tak disangka, ternyata raksasa perempuan itu merasa iba dengan apa yang dialami La Sirimbone. “Kasihan sekali, kamu. Baiklah. Kamu boleh tinggal di rumahku untuk sementara waktu. Tapi, kamu harus masuk ke dalam kurungan,” jelas sang raksasa. “Huh? Kenapa aku harus dimasukkan ke dalam kurungan?” tanya La Sirimbone. “Aku memasukkanmu ke dalam kurungan itu untuk kebaikanmu sendiri, La Sirimbone. Di hutan ini ada raksasa laki-laki yang berkeliaran mencari mangsa. Aku hanya berusaha melindungimu,” terang raksasa perempuan itu. La Sirimbone menuruti perintah sang raksasa setelah mendengar penjelasan ada raksasa lain yang bisa mengincarnya sebagai mangsa. Setiap hari, raksasa wanita itu memberikan makanan kepada La Sirimbone dalam kurungan sampai anak laki-laki tersebut tumbuh dewasa. Perjalanan La Sirimbone Menyusuri Hutan Pada suatu hari, La Sirimbone meminta izin kepada raksasa perempuan untuk keluar dari kurungan karena ia merasa jenuh. Sang raksasa itu mengizinkannya untuk keluar dan memberikan panah sebagai perlindungan diri. Dikisahkan dalam cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara, ia pun memanfaatkan waktunya di hutan untuk berburu beragam jenis hewan. Benar saja, laki-laki itu dengan cepat belajar bagaimana caranya berburu dengan panah dan berhasil membawa pulang banyak hewan ke rumah sang raksasa. Melihat La Sirimbone yang berhasil pulang dengan selamat, raksasa wanita itu bisa mengurangi kekhawatirannya atas keselamatan laki-laki tersebut. Maka dari itu, bukan hal yang mengagetkan bila raksawa perempuan tersebut kembali mengizinkan La Sirimbone untuk keluar rumah. Berbekal dengan bubu alat penangkap ikan buatan sang raksasa wanita, La Sirimbone kemudian pergi ke sungai untuk mencari ikan. Setelah dipasang cukup lama, betapa bahagia laki-laki itu karena banyak ikan yang masuk dalam bubu-nya. Ia pun kembali memasang bubu supaya bisa diambil esok hari. Besoknya, La Sirimbone mengecek bubu yang telah ia pasang di sungai. Sayangnya, ia tidak mendapatkan hasil yang memuaskan karena tidak ada satu pun ikan yang terperangkap dalam bubu-nya. “Kenapa bisa tak ada satu pun ikan yang terjebak dalam bubu-ku? Aneh sekali,” ucap La Sirimbone dalam hati. Ia kembali memasang bubu-nya dan pulang ke rumah. Keesokan harinya, kemarahan menyelimuti La Sirimbone karena ia melihat ikan-ikan hasil tangkapannya ternyata diambil oleh jin. Laki-laki itu kemudian menyerang jin yang mencuri ikan-ikannya. Perkelahian cukup sengit terjadi antara La Sirimbone dan jin tersebut. Baca juga Cerita Putri Serindang Bulan dan Ulasan Menariknya, Pelajaran tentang Menjaga Persaudaraan Jimat Cincin dan Kalung yang Menambah Kesaktian La Sirimbone Pada akhirnya, La Sirimbonelah yang keluar sebagai pemenang karena ia berhasil menangkap jin itu. Ia tidak mau melepaskan makhluk gaib itu sampai jin tersebut berjanji akan memberikan jimat kepadanya bila dibebaskan. “Lepaskan aku. Aku berjanji akan memberikan jimat dalam bentuk cincin yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit dan bahkan dapat menghidupkan kembali orang mati,” pinta jin itu dengan nada memelas. “Baiklah. Aku akan membebaskanmu,” jawab La Sirimbone. Setelah bebas, jin itu memberikan cincin kepada La Sirimbone sesuai dengan janjinya dan kemudian menghilang. Laki-laki itu lalu mengambil keputusan untuk pulang ke rumah raksasa perempuan. Ketika tengah menyusuri tepi sungai, La Sirimbone menyaksikan kejadian ajaib di depan matanya. ia melihat seekor babi yang mampu berjalan di atas air. Karena takjub, laki-laki itu pun memanggil sang babi. “Hei, babi! Bagaimana bisa kamu berjalan di atas air?” tanya La Sirimbone dengan terheran-heran. “Aku bisa berjalan di atas air karena jimat kalung yang ada di leherku ini,” jawab babi itu dengan bangga. “Apakah kamu memberikan jimatmu itu padaku?” pinta La Sirimbone dengan nada penuh harap. Setelah mendengar permintaan dari manusia itu, si babi terdiam sejenak. Hewan itu lalu mendekati La Sirimbone dan memberikan jimat kalungnya. “Baiklah. Aku berikan jimatku kepadamu karena aku sudah tidak begitu sering menggunakannya lagi,” jawab babi itu sambil menyerahkan jimatnya. La Sirimbone menerima jimat dari babi itu dengan senang hati. Ia lalu mengalungkan jimat itu ke lehernya dan mencoba berjalan di atas air sungai. Benar saja, laki-laki itu dapat berjalan layaknya di daratan. Pertunjukan Kemampuan La Sirimbone Ketika tengah sibuk berjalan-jalan di atas air sungai, La Sirimbone berjumpa dengan seorang nelayan yang sedang menangkap ikan. Anehnya, nelayan itu tidak menggunakan alat pancing atau jaring ikan, melainkan senjata pedang kecil. “Pak Nelayan, senjata apa yang kamu gunakan untuk mencari ikan itu?” tanya La Sirimbone. “Aku menggunakan sebuah keris pusaka yang dapat menikam sendiri jika diperintah,” jawab nelayan itu. Mendengar penjelasan Pak Nelayan, dikisahkan dalam cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara bahwa laki-laki itu pun menjadi tertarik dengan keris sakti tersebut. Ia lalu mencoba bertanya ke nelaya itu apakah keris itu bisa diberikan kepadanya. Nelayan itu berpikir cukup lama sebelum akhirnya menyetujui permintaan La Sirimbone. La Sirimbone kemudian memutuskan untuk pulang setelah menerima pemberian keris dari Pak Nelayan. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan rombongan orang-orang yang tengah membawa jenazah. Laki-laki itu lalu meminta izin kepada para rombongan untuk membuktikan kemampuan jimat cincin yang ia terima dari jin di sungai. Setelah menggosok-gosokkan cincin ke pusar jenazah, orang yang telah mati benar-benar kembali hidup. Rombongan pengantar jenazah itu menatap La Sirimbone dengan takjub. Ketika rombongan masih mencoba mencerna kejadian ajaib di depan mata mereka, laki-laki itu pamit pulang ke rumah raksasa perempuan. Sesampainya di rumah, ia segera menceritakan semua kejadian yang di alaminya hari ini kepada sang raksasa. Baca juga Cerita Hikayat Asal Usul Tanjung Lesung Beserta Ulasannya yang Menarik Disimak! Pertemuan dengan Wa Ngkurorio Pada keesokan harinya, La Sirimbone kembali meminta izin kepada raksasa perempuan untuk pergi berburu binatang ke area hutan yang lebih jauh. Karena merasa La Sirimbone sudah mempunyai jimat dan senjata pusaka, raksasa perempuan itu melepas kepergian laki-laki itu tanpa rasa khawatir. La Sirimbone kemudian menyusuri kawasan lembah dan sungai yang ada di hutan tersebut. Tak terasa, ia sudah berjalan jauh dari tempat asalnya dan sampai di sebuah perkampungan. Karena kehausan, ia memberanikan diri untuk mendekati rumah yang pintunya sedang terbuka. “Permisi! Apakah ada orang di dalam rumah ini?” tanya La Sirimbone dengan nada hati-hati. Tiba-tiba saja, keluarlah seorang gadis cantik dari dalam rumah. La Sirimbone tentu saja merasa terkejut karena ia mengira akan disambut oleh orangtua. Sayangnya, wajah perempuan itu terlihat sedang gelisah dan murung. “Maaf kalau kehadiranku mengganggumu. Bolehkah aku meminta seteguk air minum?” pinta La Sirimbone. “Boleh. Silakan duduk dulu, aku akan mengambilkan air untukmu,” jawa gadis itu seraya masuk ke dapur. Tanpa menunggu lama, perempuan itu membawa segelas air putih dan menyodorkannya ke La Sirimbone. Laki-laki itu pun menyampaikan rasa terima kasihnya dan meneguk air minum tersebut. “Perkenalkan, namaku La Sirimbone. Aku hanyalah seorang pemburu yang kebetulan lewat di kampung ini untuk berburu di hutan dekat daerah sini. Apakah aku boleh tahu siapa namanu?” tanya La Sirimbone. “Namaku Wa Ngkurorio,” jawab perempuan itu dengan suara lirih. “Maaf kalau kamu tidak keberatan, kenapa kamu tampak sedih dan murung?” tanya laki-laki itu dengan penuh perhatian. “Aku sedih karena sebentar lagi aku akan mati,” jawab gadis itu dengan nada sedih. “Kamu mau mati? Apa maksudmu, Wa Ngkurorio?” tanya La Sirimbone dengan penuh kebingungan. “Aku sedang menunggu giliran untuk menjadi mangsa seekor ular naga yang sebelumnya telah memakan 7 orang saudaraku. Sekarang aku hanya hidup bersama ayah dan ibuku saja,” ujar Wa Ngkurorio. “Maka dari itu, sebaiknya kamu segera meninggalkan tempat ini kalau kamu tidak mau dimakan oleh ular naga itu,” lanjut perempuan itu. Pertarungan dengan Ular Naga yang Memangsa Penduduk Desa “Kamu tidak perlu khawatir. Ular naga itu tidak akan memakan kita karena aku akan melawannya dengan senjata pusakaku,” jawab La Sirimbone sembari mengeluarkan keris pusaka dari balik bajunya. “Tapi La Sirimbone, ular naga itu tubuhnya sangat besar dan berperilaku ganas. Meskipun seluruh penduduk kampung di sini melawannya, mereka tetap tak sanggup mengalahkan monster itu,” ujar Wa Ngkurorio dengan rasa khawatir. “Tenang saja. Kamu tidak perlu cemas. Kerisku ini sakti, kok. Aku yakin bisa mengalahkan naga itu,” jawab La Sirimbone dengan penuh keyakinan. La Sirimbone dan Wa Ngkurorio duduk dan menunggu kedatangan sang ular naga. Benar saja, ular naga itu datang ke rumah Wa Ngkurorio pada sore hari. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, La Sirimbone segera menyuruh kerisnya untuk menikam monster itu. Dengan secepat kilat, keris pusaka La Sirimbone menikam perut ular naga. Monster itu tidak menyangka kalau ia akan diserang secara tiba-tiba. Ketika ular naga itu ingin menyerang balik, keris sakti milik La Sirimbone telah berhasil mengoyak-oyak isi perut si monster. Tak berapa lama, ular naga itu pun mati karena kehabisan darah. Wa Ngkurorio yang sebelumnya mempertanyakan kemampuan La Sirimbone pun hanya bisa berdecak kagum. Gadis itu segera menyampaikan terima kasih kepada La Sirimbone yang telah menyelamatkan nyawanya. Kabar kematian ular naga yang tersebar membuat para penduduk kampung bersorak gembira dan menyelenggarakan pesta besar-besaran. Sementara itu, Wa Ngkurorio yang merasa telah diselamatkan La Sirimbone kemudian menyetujui bujukan para penduduk kampung yang ingin menikahkannya dengan laki-laki pemberani dan sakti itu. Kehidupan rumah tangga La Sirimbone dan Wa Ngkurorio dipenuhi dengan kebahagiaan dan ketentraman. Anak laki-laki yang dulunya ditinggalkan keluarganya itu bisa membangun keluarganya sendiri. Begitulah akhir cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara. Baca juga Cerita Rakyat Nenek Luhu dan Ulasan Lengkapnya, Dongeng Terjadinya Laguna Air Putri di Maluku Unsur Intrinsik Dongeng La Sirimbone Nah, kamu telah mengetahui bagaimana kisah lengkap La Sirimbone. Selanjutnya, saatnya kamu menyimak tentang apa saja unsur intrinsik yang ada dalam dongeng anak-anak asal Sulawesi Tenggara tersebut. Uraiannya dapat kamu cek dalam penjelasan berikut 1. Tema Inti cerita atau tema dari cerita rakyat La Sirimbone asal Sulawesi Tenggara adalah tentang keluarga. Dongeng itu mengikuti kisah hidup seorang anak laki-laki yang ditinggalkan oleh keluarganya dan akhirnya bisa mempunyai keluarga sendiri ketika ia dewasa. 2. Tokoh dan Perwatakan Beberapa tokoh yang memiliki peran dalam pengembangan cerita adalah La Sirimbone, Wa Roe, La Petamba, raksasa perempuan, jin, babi, Pak Nelayan, dan Wa Ngkurorio. La Sirimbone digambarkan sebagai tokoh yang baik hati, patuh, berani, dan penuh keberuntungan. Sementara itu, Wa Roe sebenarnya adalah ibu yang mandiri, peduli, dan sangat menyayangi anaknya. Sayangnya, ia tidak bisa melindungi La Sirimbone dari perlakuan kejam La Petamba dan meninggalkan putra satu-satunya di hutan. La Petamba memiliki watak yang egois, suka marah, dan mudah jatuh cinta dengan perempuan cantik. Laki-laki itu juga hanya suka membual karena ia terbukti mengingkari janji setelah berhasil menikahi Wa Roe. Selanjutnya, raksasa perempuan yang mulanya ditakuti oleh La Sirimbone justru menjadi sosok yang merawat dan melindunginya dari mara bahaya. Selain itu, ada juga jin, babi, dan Pak Nelayan yang memberikan jimat serta senjata pusaka mereka untuk La Sirimbone. Wa Ngkurorio merupakan seorang perempuan berwajah cantik dan berbudi luhur. Ia rela berkorban untuk dijadikan mangsa ular naga demi keselamatan ayah dan ibunya. 3. Latar Latar yang ada dalam cerita La Sirimbone terdiri dari banyak tempat, Sebut saja rumah La Sirimbone, rumah raksasa perempuan, hutan, sungai, dan rumah Wa Ngkurorio. 4. Alur Jalan cerita atau alur cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara termasuk dalam jenis alur maju atau progresif. Cerita di awali dengan perkenalan karakter La Sirimbo dengan ibunya, Wa Roe. Kehidupan keluarga itu mulanya baik-baik saja sampai datangnya La Petamba. Konflik pertama dimulai dengan perlakuan La Petamba yang tidak menepati janjinya dengan Wa Roe untuk memperlakukan La Sirimbone layaknya anak kandung sendiri. Kemudian, kisah La Sirimbone pun semakin berliku-liku dengannya ditinggalkan oleh Wa Roe di hutan. Ketika di hutan, ia berjumpa dengan raksasa perempuan yang mengizinkan La Sirimbone untuk tinggal di rumahnya. Seiring tumbuh dewasa, laki-laki itu berjumpa dengan beragam makhluk yang memberikannya jimat dan senjata pusaka. Puncak konflik terjadi ketika La Sirimbone melawan ular naga yang hendak memakan Wa Ngkurorio. Pada akhirnya, laki-laki itu sukses mengalahkan sang monster dan menikah dengan gadis yang ia selamatkan tersebut. 5. Pesan Moral Amanat atau pesan moral yang dapat kamu ambil dari kisah hidup La Sirimbone adalah untuk tetap berbuat kebaikan walaupun kadang dunia memberikanmu yang sebaliknya. Selain itu, dari tokoh utama tersebut kamu juga belajar untuk jangan mudah menyerah. Dari karakter La Petamba, kamu jadi belajar untuk tidak menjadi pribadi yang ingkar janji demi kepentingan diri semata. Bila kamu mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan kepadamu, maka akan tiba hari di mana semua orang tidak akan bisa percaya denganmu lagi. Tidak hanya unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang terkandung dalam cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat, contohnya adalah nilai budaya, moral, dan sosial. Baca juga Legenda Putri Aji Bidara Putih, Asal Usul Terbentuknya Danau Lipan Beserta Ulasan Lengkapnya Fakta Menarik Setelah mengetahui dongeng La Sirimbone beserta unsur-unsur intrinsiknya, rasanya belum lengkap kalau kamu tidak sekalian menyimak fakta menarik seputar cerita anak-anak dari Sulawesi Tenggara tersebut. Mari simak ulasannya dalam penjelasan berikut 1. Tersedia dalam Bentuk Buku Ilustrasi Cerita rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara menjadi salah satu dongeng yang dirilis dalam bentuk ilustrasi khusus untuk anak-anak. Sehingga, anak-anak bisa lebih tertarik untuk menyimak cerita tentang anak laki-laki yang baik hati dan penuh keberuntungan tersebut. 2. Menjadi Materi Tugas Storytelling Banyak cerita rakyat di Indonesia yang menjadi bahan untuk tugas storytelling atau bercerita di depan umum dalam bahasa Inggris. Oleh sebab itu, bukan sebuah kebetulan jika dongeng La Sirimbone juga dialihbahasakan ke bahasa Inggris. Baca juga Dongeng Burung Jalak dan Kerbau Beserta Ulasannya, Kisah Persahabatan Tak Lekang Masa Cerita Rakyat La Sirimbone dari Sulawesi Tenggara yang Mengajarkan Pesan Positif Demikian ulasan kisah La Sirimbone dari Pulau Sulawesi yang bisa kami rangkum. Apakah kamu dapat mengambil pesan-pesan positif dari cerita rakyat tersebut? Kalau iya, semoga saja kamu bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya cerita rakyat, masih banyak artikel menarik lainnya yang dapat kamu jumpai di PosKata. Beberapa di antaranya adalah legenda Danau Dendam Tak Sudah, asal mula anak Sungai Mahakam, dan dongeng Naga Erau. Selamat membaca! PenulisAulia DianPenulis yang suka membahas makeup dan entertainment. Lulusan Sastra Inggris dari Universitas Brawijaya ini sedang berusaha mewujudkan mimpi untuk bisa menguasai lebih dari tiga bahasa. EditorKhonita FitriSeorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri.
Berkut ini cerita rakyat Jawa Timur dari Tengger yakni legenda Roro Anteng dan Joko Seger : Konon pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri bernama Roro Anteng dan Joko Seger. Roro Anteng dikenal sebagai wanita yang cantik dan berbudi, sementara Joko Seger merupakan sosok lelaki yang tampan. Cerita Rakyat Sulawesi Tenggara Dongeng Persahabatan Kera dan Ayam Budaya Nusantara berkembang sangat luas dari Sabang sampai Merauke. Pada artikel blog The Jombang Taste sebelumnya kita sudah membaca cerita dongeng Sigarlaki dan Limbat dari Sulawesi Utara serta dongeng asal-usul Puteri Duyung dari Sulawesi Tengah. Artikel kali ini menampilkan cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara yang berjudul cerita fabel persahabatan kera dan ayam. Selamat membaca. Pada jaman dahulu hidup dua binatang yang bersahabat erat, yaitu kera dan ayam. Mereka berdua tinggal di dalam hutan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kelihatannya mereka berdua selalu hidup rukun dan darnai. Tapi, kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. Setelah sekian lama mereka bersahabat, barulah ketahuan perilaku buruk si kera. Pada suatu hari si kera membuat siasat untuk menjebak ayam. “Hai Ayam, sahabatku,” panggil kera dengan muka manis. “Ada apa kera?” jawab ayam. “Sore-sore begini enaknya kita jalan-jalan. Maukah kau pergi bersamaku?” kata kera dengan nada merajuk. “Memang kita mau pergi ke mana? ” tanya ayam ingin tahu. “Aku akan mengajakmu jalan-jalan ke hutan. Disitulah tempat aku biasa bermain. Di sana tempatnya indah. Pasti kamu akan suka!” ujar si kera seraya mernbujuk. Kera Menjebak Ayam di Hutan Ayam tertarik dengan ajakan si kera. Ia tidak pernah tahu kalau kera punya tempat bermain yang indah. Tanpa rasa curiga sedikitpun, ia mengikuti kera untuk berjalan-jalan di hutan. Ayam berjalan di belakang kera. Hari semakin gelap, perut kera mulai meronta-ronta minta diisi. Saat itulah timbul niat busuk kera untuk mencelakai ayam. “Untuk apa aku susuh-susah mencari makanan. Di belakangku saja sudah ada makanan yang sangat lezat,” pikiran kera mulai licik. Kera melihat ayam tampak kebingungan masuk ke dalam hutan. Ayam itu tampak besar dan segar. Hmm, pasti enak kalau daging ayam itu masuk ke dalam perutnya. Kera berpikir, jika ayam hendak dimakannya, lebih baik jika tanpa bulu. Oleh karena itu, ia hendak mencabuti bulu ayam terlebih dahulu. Kera mengatur waktu yang tepat untuk menangkap ayam. Ayam dan kera berjalan semakin jauh dan masuk ke dalam hutan. Saat itu hari makin gelap, kera pun melaksanakan niatnya. Ia segera menangkap ayam. “Kena kau!” ujar kera kegirangan saat berhasil menangkap ayam. Ayam tampak terkejut melihat perlakuan kera. “Mengapa kau menangkapku? Bukankah kita saling bersahabat?” tanya ayam dengan nafas terengah-engah. “Dulu kita sahabat. Tapi sekarang aku lapar. Maka kau harus mau jadi makananku,” kata kera dengan tawa terbahak-bahak. Kera yang jahat itu kemudian mencabuti bulu-bulu si ayam. “Tidak…! Jangan kau cabut buluku! Sakit…!” teriak ayam dengan suara pilu. Ayam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Ayam mencoba lari dari cengkeraman si kera jahat. Lalu pada sebuah kesempatan yang tepat, ayam mematuk tangan kera hingga kera itu melepaskan tubuh ayam dalam genggamannya. Setelah berusaha keras tanpa mengenal lelah melompat kesana-kemari, akhirnya ayam berhasil melarikan diri. Ayam berlari sekencang-kencangnya keluar dari hutan. Setelah sekian lama ayam berlari, tibalah ia di rumah sahabatnya yang lain. Ayam tiba di rumah kepiting. Kepiting yang melihat ayam tidak berbulu dan tampak kelelahan membuatnya penasaran. Ia pun bertanya. “Kamu kenapa, ayam? Mengapa napasmu terengah-engah? Kenapa bulu-bulumu rontok semua?” tanya kepiting dengan rasa iba. “Kepiting, aku dicelakai oleh sahabatku sendiri si kera. Ia hendak memakanku,” jawab ayam dengan napasnya yang masih terengah-engah. “Kurang ajar! Tega sekali kera berbuat seperti ini kepadamu,” ucap kepiting tidak percaya. Kemudian ayam menceritakan kejadian dari awal sampai akhir. Mulai dari ajakan kera mengunjungi tempat bermain sampai ia dijebak oleh kera dan akan dimakannya. “Kera harus kita beri pelajaran!” ucap kepiting dengan geram usai menyimak penuturan ayam. Ayam dan kepiting kemudian mengatur siasat untuk memberi pelajaran kepada si kera. Mereka tampak bermusyawarah dengan serius. Tak lama kemudian kepiting membantu ayam menyembuhkan bulu-bulunya yang rontok. Pembalasan Untuk Kera Pengkhianat Beberapa bulan kemudian bulu-bulu di tubuh ayam telah pulih. Ayam dapat mencari makan seperti sedia kala. Ayam kembali bertemu dengan kepiting. Kepiting mengajak ayam menemui kera. Awalnya ayam tidak mau. Ia masih takut kepada kera. “Inilah saat yang tepat untuk menghukum sahabat pengkhianat macam kera itu,” kata kepiting berusaha meyakinkan ayam. “Tapi aku masih takut…” kata ayam. “Tenanglah. Aku akan membantumu,” ujar kepiting. Akhirnya ayam menuruti ide kepiting. Pada hari yang telah disepakati bersama, mereka berdua datang ke tempat kera. Kera tampak asyik duduk di kursi malas. Ayam masih tampak ketakutan melihat si kera. Ia ragu untuk berbicara dengan kera. Akhirnya, kepitinglah yang berbicara kepada kera. “Hai kera, dua hari lagi aku dan ayam akan pergi berlayar ke pulau seberang. Disana banyak makanan enak,” ujar kepiting kepada kera. “Benarkah? Bolehkah aku ikut berlayar dengan kalian,” ucap kera penuh harap. “Boleh saja. Dua hari lagi kami tunggu di pantai. Jangan sampai terlambat ya,” kata kepiting. Tibalah pada hari yang telah disepakati. Mereka berdua bertemu di pinggir pantai. Sebelum mereka berangkat berlayar, perahu dari tanah liat telah disediakan. Ayam dan kepiting sengaja mempersiapkan jauh-jauh hari rencana pembalasan ini. Mereka bertiga bergegas naik perahu menuju pulau seberang. Perahu yang mereka tumpangi semakin lama semakin menjauh dari pantai. Kera yang rakus mulai membayangkan betapa lezatnya buah-buahan yang akan disantapnya nanti, sedangkan ayam dan kepiting mulai saling memberi sandi. Ayam berkokok, “Kukuruyuk….! Aku lubangi kok… kok…. kok….!” Si kepiting menjawab, “Tunggu sampai dalam sekali.” Setiap Kepiting selesai berkata begitu, ayam mematuk-matuk perahu itu. Mereka kemudian mengulangi permainan itu lagi. Si Kera sama sekali tak mengerti apa sebenarnya yang dilakukan ayam dan kepiting. Sedikit demi sedikit perahu itu berlubang. Air laut mulai merembes ke dalam perahu. Lama-kelamaan perahu yang mereka tumpangi bocor. Kera mulai panik tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Perahu semakin lama semakin tenggelam. Kepiting dan ayam bersiaga meninggalkan kera. Mereka bertiga berusaha menyelamatkan diri dengan caranya masing-masing. Si kepiting menyelam ke dasar laut, sedangkan si ayam dengan mudah terbang ke darat. Si kera tampak ketakutan sendirian di atas perahu. Pada dasarnya kera paling takut pada air, apalagi air laut. Ia berusaha meronta-ronta minta tolong, tapi siapa yang dapat menolongnya karena ia sendirian di tengah lautan. Kera juga tidak bisa berenang, maka matilah si kera yang licik itu di tengah lautan yang dalam. Demikian akhir dari cerita fabel kera dan ayam. Amanat cerita dongeng kera dan ayam ini adalah perbuatan jahat akan mendapatkan balasan yang menyakitkan. Jika kita mempunyai sahabat, maka kita tidak boleh mengkhianati sahabat kita. Selain itu, sifat rakus kera telah mematikan kepandaiannya sehingga ia menemui celaka akibat perbuatannya sendiri. Semoga cerita rakyat dari Sulawesi Tenggara ini bisa memberi inspirasi bagi Anda. Sampai jumpa di artikel The Jombang Taste berikutnya. Daftar Pustaka Rahimsyah, MB. 2007. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara Lengkap dari 33 Provinsi. Bintang Usaha Jaya, Surabaya Artikel Terkait CeritaRakyat Dari Sulawesi Selatan. Dalam buku ini dimuat sembilan cerita rakyat dari Sulawesi Selatan. To Dilaling (Orang yang Hijrah) I Laurang Manusia Udang. Orang Yang Berdada Emas. Abunawas dan Orang Buta. Si Pembunuh Rajawali.
Apakah kalian tahu burung Garuda yang menjadi lambang negara kita? Konon burung Garuda sangat besar dan kuat. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara yang akan Kakak ceritakan malam hari ini berkisah tentang seorang ksatria dan Burung Garuda. Kisah ini menjadi legenda asal muasal terbentuknya Gunnung Mekongga yang berada di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Kalian pasti suka dengan dongeng anak yang kakak ceritakan malam hari ini. Selamat membaca. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Asal Usul Gunung Mekongga Dahulu kala, daerah Kolaka dilanda musibah yang cukup mengerikan. Seekor burung garuda raksasa sering datang memangsa ternak penduduk. Penduduk banyak yang kehilangan ternak milik mereka. Lama-kelamaan, mereka khawatir ternak mereka akan habis. Dan jika tidak ada ternak lagi yang bisa disantap, penduduk khawatir burung garuda raksasa juga akan memangsa manusia. Kekhawatiran ini yang membuat beberapa wakil warga mencari seorang cerdik pandai bernama Larumbalangi. Ia terkenal dengan kesaktiannya, karena keris sakti, dan sarung sakti yang bisa dipakai untuk terbang. Mereka meminta pendapat Larumbalangi untuk melawan garuda raksasa itu. “Mudah saja. Kalian cari bambu tua dan buatlah menjadi beberapa bambu rucing. Kemudian pilihlah seseorang kesatria untuk dijadikan umpan. Bawalah orang itu ke tengah lapangan dan pagari dengan bambu-bambu runcing itu. Ujung bambu yang runcing haruslah menghadap ke atas. Biarkan ia menjadi daya tarik burung garuda raksasa untuk mendekat. Kelika burung itu sudah dekat, suruh orang tersebut menusukkan bambu runcing yang dipegangnya ke perut burung itu dan biarkan burung tersebut jatuh menancap pada bambu-bambu runcing di sekelilingnya.” Warga pun melaksanakan saran Larumbalangi. Mereka mencari orang yang bersedia dijadikan umpan untuk memancing burung garuda raksasa. Dengan demikian, diadakanlah sayembara bagi orang yang bersedia menjadi umpan. Jika pemenangnya seorang budak, ia akan dibebaskan dan diangkat menjadi bangsawan. Namun jika pemenangnya adalah seorang bangsawan, ia akan diangkat menjadi pemimpin. Dari sekian banyak orang yang berminat, hanya satu orang yang memenuhi syarat. Ia adalah seorang budak bernama Tasahea dari Negeri Loeya. Pada hari yang ditentukan, Tasahea dibawa ke tengah Padang Bende. Ia dikelilingi oleh beberapa bambu runcing yang sudah ditancapkan ke tanah. Kemudian semua warga mulai bersembunyi. Menjelang siang, tiba-tiba suasana menjadi mendung. Itu pertanda burung garuda raksaa telah datang. Burung mengerikan itu melihat mangsanya di Padang Bende. Burung itu mulai terbang mendekat. Tasahea segera mengambil kuda-kuda. Pada jarak yang cukup dekat, Tasahea melemparkan bambu runcing yang dipegangnya tepat mengenai perut burung garuda. Burung garuda raksasa itu menjerit keras. Ia terjatuh dan menancap ke bambu-bambu runcing yang sudah dipasang. Burung itu kembali menjerit kesakitan, dengan luka-luka di tubuhnya, ia mengepakkan sayapnya menjauh. Namun, karena lukanya cukup parch dan tenaganya sudah habis, ia jatuh dan mati di puncak gunung. Penduduk Kolaka bersuka cita. Mereka mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Namun, pada hari ketujuh, terjadilah wabah penyakit. Di mana-mana tercium bau bangkai. Banyak penduduk terserang penyakit muntah-muntah dan sakit perut, hingga meninggal dunia. Tumbuh-turnbuhan terserang ulat. Hasil panen termakan ulat, sehingga penduduk terserang kelaparan. Rupanya, bangkai burung garuda raksasa di atas gunung itu membusuk dan menimbulkan banyak penyakit. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Ksatria Dan Burung Garuda Beberapa orang wakil dari penduduk kembali mendatangi Larumbalangi. Mereka menceritakan bencana baru yang menyerang desa mereka. Larumbalangi terdiam sejenak sebelum kemudian berkata, “”Pulanglah kalian sekarang. Musibah ini akan segera berakhir.” Setelah mereka semua pergi, Larumbalangi berdoa kepada Yang Maha Kuasa. “Ya Tuhan. Tolong selamatkan penduduk Kolaka yang sedang dilanda masalah. Turunkanlah hujan besar hingga dapat menghanyutkan bangkai burung garuda dan ulat-ulat di pepohonan ke laut.” Tuhan mengabulkan permohonan Larumbalangi. Tiba-tiba, hujan turun dengan derasnya. Sungai di Kolaka meluap. Bangkai dan tulang belulang burung raksasa serta ulat-ulat hanyut ke laut. Wilayah Kolaka pun bebas dari musibah mematikan itu. Gunung tempat jatuhnya burung garuda raksasa itu dinamakan Gunung Mekongga yang artinya tempat jatuhnya burung raksasa. Sementara itu, Tasahea, kesatria yang rela menjadi umpan burung garuda diangkat derajatnya menjadi bangsawan. Kemudian Larumbalangi dipilih sebagai pemimpin Negeri Kolaka. Di Kabupaten Kolaka di Sulawesi Tenggara terdapat Gunung Mekongga dengan ketinggian sekitar 2620 m. Gunung Mekongga adalah gunung tertinggi di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Pesan moral dari Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara Ksatria Dan Burung Garuda adalah selama menghadapi segala persoalan kita tidak boleh mudan putus asa. Ikuti cerita rakyat Sulawesi Tenggara lainnya pada artikel kakak berikut ini Kumpulan Dongeng Cerita Rakyat dari Sulawesi

Cerita Rakyat – reinha.com. Oheo adalah seorang pemuda tampan yang bermata pencaharian sebagai petani tebu di daerah Kendari, Sulawasi Tenggara, Indonesia. Pada suatu hari, Oheo dikejutkan oleh sebuah peristiwa aneh di kebunnya. Ia mendapati tanaman tebunya hampir habis.

Secaraadministratif, kota ini mempunyai 64 kelurahan dan 10 kecamatan. Diresmikan pada tanggal 07 Mei 1831, Kendari kini genap berusia 190 tahun pada 2022 ini. Selain sebagai tempat perdagangan, ternyata kota tersebut juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Tanah Air kita. Banyak momen penting terjadi di kota ini, bukan hanya sejarah unik pv64P3.
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/63
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/87
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/293
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/202
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/21
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/254
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/475
  • 0jyyb7zpfq.pages.dev/316
  • cerita rakyat dari sulawesi tenggara